Solo Touring dengan Motor Matic, Satutenda.com – Cerita ini tentang solo touring dengan motor matic mio soul GT, yang saya lakukan pekan lalu. Ya, minggu lalu saya melakukan solo touring dari Jakarta ke Kebumen, Jawa Tengah.
Ini adalah touring saya yang kedua dalam dua bulan terakhir. Sebelumnya, saya juga melakukan solo touring dari Jakarta ke Kuningan. Teman-teman bisa membaca kisahnya di satu tenda
Setelah touring pertama, yang menurut saya sukses, saya kembali melakukannya lagi. Rencana semula, saya akan melakukan solo touring dengan motor matic mio soul GT dari Jakarta ke Purbalingga.
Tapi rencana berubah di tengah perjalanan dan akhirnya saya lanjut hingga Kebumen. Untuk perubahan rencana ini akan saya uraikan nanti.
Selasa pagi, 3 September 2019, pukul 04.00 WIB, saya memacu motor matic kesayangan meninggalkan kos di daerah Bintaro, Tangerang Selatan. Sengaja saya berangkat pagi-pagi supaya terhindar dari kemacetan Jakarta pagi hari.
Jalur yang saya pilih adalah jalur Pantura atau Pantai Utara. Jalur ini sudah familiar bagi saya karena saat touring pertama, saya juga menggunakan jalur ini.
Mumpung sudah hafal jalurnya, maka tempat-tempat persinggahan yang pernah saya singgahi di touring pertama, jadi target. Salah satunya adalah Pantai Eretan Kulon di daerah Indramayu, Jawa Barat. Saya rehat di situ sembari menikmati pantai, sekitar jam delapan pagi.
Setengah jam berlalu, saya kembali melaju. Target saya, makan siang di Cirebon. Sayangnya saya tiba di Cirebon terlalu awal. Baru pukul sebelas, ban mio soul GT sudah menjejak di Kota Wali itu. Pun, rasanya belum terlalu lelah sehingga butuh istirahat yang lumayan lama. Akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.
Kibaran debu oleh angin di sepanjang jalan raya Pantura siang itu tak menghalangi saya untuk mematok kecepatan rata-rata 80 kilometer per jam.
Tak lama berselang, gapura perbatasan Jawa Barat – Jawa Tengah terpampang di depan mata; waktu menunjukan sekitar pukul satu siang. Artinya, posisi saya sudah berada di Brebes.
Setelah Brebes, saya dan motor matic mio soul GT melaju menuju Tegal. Di kota inilah saya akan istirahat untuk makan siang. Pagi tadi saya sudah membawa bekal. Jadi saya tinggal mencari tempat untuk makan siang.
Taman Rohani Jati Segara Wening di daerah Majasem jadi tempat yang saya pilih untuk makan siang dan mengambil jeda untuk istirahat.
Dari pada buru-buru melanjutkan perjalanan, saya malah asyik ngobrol dengan satpam yang berjaga dan beberapa orang di situ. Setengah tujuh malam barulah saya mau melanjutkan perjalanan.
Gagal camping di Bukit Bintang Guci
Kota berikut yang akan saya singgahi, sekaligus jadi tempat istirahat saya malam ini adalah Guci. Dari informasi mesin pencari, di sana ada satu destinasi wisata yang sangat bagus saat malam hari. Namanya Bukit Bintang Guci.
Rencananya, saya akan ngecamp di sana. Peralatan camping yang saya bawa di dalam box motor sangat lengkap untuk camping. Jadi saya nggak perlu khawatir, sekalipun harus jalan malam. Begitu ada tempat yang bisa untuk camping, saya bisa langsung mendirikan tenda.
Di pintu masuk kawasan wisata Guci, saya membayar tiket masuk Rp.5.000 untuk satu orang, beserta biaya parkir motor sebesar Rp.1.000. Mengandalkan panduan google maps dan tanya-tanya warga sekitar, akhirnya saya tiba di Bukit Bintang Guci.
Dari bukit ini kita bisa melihat lampu-lampu kota di sekitar. Cukup bagus untuk memanjakan mata di malam hari.
Namun, rasanya malam itu apes betul. Ternyata area camping tidak bisa digunakan karena sedang digusur. Eskavator berdiri tegak di salah satu sisi area yang sudah digaruk rata.
Saya nggak tahu persis, apakah saya datang ke lokasi yang salah atau memang area Bukit Bintang sedang diperbaiki. Usai melihat lokasi sekitar dengan senter dan sudah pasti tak bisa mendirikan tenda, saya putar otak lagi.
Mending saya maksain sedikit ke Purbalingga. Saya bisa mencari penginapan di sana. Sepanjang jalan menuju Purbalingga, angin dan hawa dingin sangat kuat menusuk kulit. Belum lagi kabut sangat tebal sehingga membuat jarak pandang hanya dua meteran.
Tak kuat menahan dingin, di daerah Kutabawa, Purbalingga, saya mampir di sebuah Alfamart untuk rehat dan beli kopi, mencoba mengusir hawa dingin yang membuat jari-jari saya keram dan seperti mati rasa.
Waktu menunjukan pukul 21.30, sementara petugas Alfamart yang saya tanyai tentang jalur bilang kalau Alfamart akan tutup jam sepuluh. Saya hanya punya waktu setengah jam untuk istirahat di situ.
Dalam istirahat singkat inilah rencana perjalanan saya kembali berubah. Saya mulai mikir, waktu berangkat saya sudah lewat jalur Pantura, kenapa baliknya saya nggak lewat Pansela (Pantai Selatan) saja? Kan saya bisa menikmati sensasi touring di jalur yang berbeda.
Ah, ini ide yang bagus. Maka, segera saya putuskan untuk tidak menginap di Purbalingga tapi saya mau lanjut ke Kebumen malam itu juga. Kenapa Kebumen?
Hitung-hitungan saya, Kebumen adalah ibukota kabupaten sehingga mudah untuk mencari penginapan meski sudah larut malam. Anggaplah, kalau saya tiba di sana sudah subuh pun saya masih bisa dapat penginapan; tentunya yang sesuai dengan isi dompet.
Penuh percaya diri, saya gas menuju Kebumen. Alun-alun Kebumen adalah tujuan akhir saya. Tak kurang dari empat jam saya butuhkan untuk tiba di Alun-alun Kebumen, sekaligus finis untuk solo touring dengan motor matic hari pertama.
Tak jauh dari alun-alun kota yang tampak mulai sepi malam itu, sebuah penginapan kecil dan sederhana membuat raga ini langsung pulas usai melintasi delapan kota: Jakarta – Indramayu – Cirebon – Brebes – Tegal – Guci – Purbalingga – Kebumen.
Pengeluaran hari pertama:
Bahan bakar:
Isi Pertamax di Bintaro: Rp. 27.000
Isi Pertamax di Pantura: Rp. 25.000
Isi Pertamax di Cirebon: Rp. 35.000
Isi Pertamax di Tegal: Rp. 20.000
Jumlah: Rp. 107.000
Kosumsi:
Rokok: Rp. 22.000
Gas: Rp. 25.000
Kopi: Rp. 20.000
Tiket masuk Kawasan Wisata Guci: Rp. 6.000
Makan malam: Rp. 34.000
Penginapan: Rp. 85.000
Jumlah: Rp. 192.000
Total pengeluaran: Rp. 299.000
Views: 88