Pinus di Lembanna, Satutenda.com – Makassar jadi pintu masuk, sekaligus kota pertama yang saya datangi untuk mengawali petualangan saya: solo touring keliling Sulawesi. Di sana saya berjumpa beberapa kawan yang merekomendasikan hutan pinus di Lembanna untuk saya jadikan tempat camping.
Maka, saya pun berangkat ke sana. Butuh sekitar dua hingga tiga jam perjalanan untuk mencapai Hutan Pinus Lembanna. Hari itu, saya memacu motor matic Soul GT meninggalkan kota Makassar, kala matahari hendak tiba di puncak perjalanannya.
Sekitar setengah jam berkendara, jalanan yang sebelumnya rata, berubah jadi tanjakan. Dan peta online terus menuntun saya hingga tiba di pintu masuk kota Malino. Area sekitar yang sebelumnya kental nuansa pedesaan, kini beralih jadi barisan pinus dengan sejumlah papan petunjuk menuju area wisata.
Ya, Malino di Kabupaten Goa itu menawarkan sejumlah destinasi wisata, dengan deretan pinus sebagai hiburan utamanya. Ditambah lagi, hawa di Malino sangat sejuk di siang hari, dan dingin saat menjelang malam.
Meski mata kian diamanjakan dengan banyak sekali tempat wisata di tepian jalan, tekad saya masih sama. Saya ingin pergi ke Camping Ground Hutan Pinus Lembanna. Dan, setengah jam kemudian, saya tiba. Hutan pinus di Lembanna, persis berada di kaki Gunung Bawakaraeng. Dan salah satu akses pendakian ke puncak Bawakaraeng dimulai dari camping ground ini.
BACA: Dukungan Savana Indonesia untuk Solo Touring Sulawesi
Saya tiba di sana pada Senin sore awal November 2020. Di pintu masuk, saya berjumpa seorang remaja. Kami berkenalan, namanya Rehan. Setelah mengobrol, juga minta izin, saya diperbolehkan membawa motor masuk ke area camp.
Salah satu alasan saya meminta izin untuk membawa motor masuk ialah barang bawaan saya banyak, dan tidak mungkin saya harus mengangkut satu per satu hingga ke area camp, yang jaraknya sekitar 700-an meter.
Setiap akhir pekan, orang-orang dari Makassar dan sekitarnya berbondong-bondong datang ke Malino. Salah satunya ialah bermalam di Camping Ground Hutan Pinus Lembanna. Saya sendiri datang ke sana pas weekday, sehingga tak banyak pengunjung.
Juga, suasana jadi lebih sepi. Itu memungkinkan saya untuk menikmati malam yang tenang, menyelami teduh yang dikirim desir angin lewat pepohonan cemara. Rasanya damai sekali kawan…
Pengelolaan area camping ini masih terbilang sangat sederhana dan serba terbatas. Bahkan di area camp berjejer banyak warung yang menarkan aneka jajanan. Bisa dikata, area camp ini membuka lahan pekerjaan kepada masyarakat sekitar untuk beroleh pendapatan.
Rekan Rehan, Kanda, menceritakan bahwa secara umum orang yang datang ke sini punya dua tujuan. Yang pertama, ingin mendaki Gunung Bawakaraeng, dan yang kedua, ingin menikmati hawa dingin di area camp.
Ya, sejak petang hingga malam itu, saya banyak ngobrol bareng kawan-kawan baru itu mengenai pengalaman mereka jadi pengelola Camping Ground Hutan Pinus Lembanna, juga seputar kondisi sosial kemasyarakatan. Umumnya, mata pencaharian penduduk Malino adalah petani kebun.
Hawa dingin dan kontur tanah perbukitan, memungkinkan mereka untuk menanam tanaman perkebunan, mulai dari bahan makanan hingga sayur-mayur.
Maka sebetulnya, camping di Hutan Pinus Lembanna, selain menikmati hawa dingin kaki Gunung Bawakaraeng, pengunjung juga merasakan detak kehidupan warga desa dan lahan perkebunan yang berbaris mengikuti punggungan bukit.
Views: 270