Solo Touring Lintas Barat Sumatera, Krui dan Kerusakan Soul GT

By Steve Elu Aug22,2020
solo-touring-lintas-barat-sumatera-krui2(Foto:Satutenda.com)

Katolikpedia.id – Selamat pagi kawan maya….Petualangan hari kedua ini saya agendakan menyusuri Lintas Barat Pulau Sumatera.

Tapi, daripada langsung ke jalan utama dan harus dipantati truk-truk dan bus besar, saya memilih jalan kampung. Seperti apa perkampungan di sisi barat Lampung ini? Saya juga penasaran dan ingin melihat dari dekat.

Suasana pertama yang saya jumpai pagi ini adalah aktivitas warga dan para tentara yang hampir selalu saya temui di sepanjang sisi jalan.

Meski rutenya sedikit jadi lebih panjang, saya tetap menikmatinya. Toh kita bukan pengejar tujuan. Touring ini adalah kesempatan untuk bersahabat dengan alam, membiarkan dua bola mata merekam denyut perkampungan dan kegiatan para petani di desa-desa kecil.

Perkebunan karet, sawah, kebun, bukit, silih berganti jadi teman setia perjalanan hari ini. Kehadiran mereka membuat hati saya teduh, juga udara di jalanan sejuk. Nikmat sekali rasanya bisa menjumpai suasana seperti ini.

Baru jelang tengah hari, saya tiba di simpang tiga antara ke Pringsewu dan Kota Agung. Saya pun langsung gas menuju Krui sesuai dengan schedule hari ini.

Melewati Gapura Selamat datang di Kota Agung, saya belok ke sebuah warung kecil di tepi tebing nan sejuk. Tak ada orang lain ketika saya tiba. Hanya si pejaga warung, seorang ibu berusia di atas 50 tahunan.

Waktu mengantarkan pesanan, ia menanyakan tujuan kepergian saya. Saya bilang, mau ke Aceh. Bepergian seorang diri. Dia tertegun. Itu sangat jauh Mas, katanya di ujung ekspresi kaget.

Lepas satu setengah jam, saya pamit. Saat saya sudah di atas motor, ia melongo lewat jendela warungnya dan berujar, ‘selamat jalan, hati-hati di jalan Mas.’

Saya merasakan sebuah pesan penuh tulus datang dari mata ibu itu. Saya teringat akan pesan ibu saya, saat saya bilang akan touring ke Sabang. Hati-hati di jalan. Jangan lupa berdoa. Saya akan selalu mendoakanmu.

Selepas tikungan-tikungan Kota Agung, saya memasuki daerah Tanggamus, lalu menuju Taman Nasional Bukit Barisan atau yang biasa disingkat TNBB. Dari petouring-petouring sebelumnya, saya dapat informasi bahwa ketika memasuki TNBB suasana jadi sangat sepi. Saya tiba di sini, menjelang pukul tiga. Hari menuju sore.

BACA: Perlengkapan Tidur yang Saya Bawa dalam Solo Touring Makassar

Kondisi hutan yang rapat, semak yang tumbuh hingga ke bahu jalan, membuat saya harus sangat hati-hati kala meliuk-liuk di sepanjang TNBB ini. Sesekali saya berpapasan dengan truk, atau mobil pribadi atau motor.

Di setiap tikungan saya tak henti membunyikan klakson sebagai tanda untuk kendaraan yang datang dari arah berlawanan, juga tanda permisi pada jalur yang dilintasi. Juga untuk memberi tanda pada kawanan monyet yang duduk di pinggir jalan, menunggu orang-orang yang melintas membuangkan makanan.

Menjelang Krui, saya rehat sejenak lalu lanjut menyisir trek lurus di sepanjang tepi pantai. 15 menit sebelum masuk kota Krui saya lihat sebuah warung kecil di tepi jalan. Persis di bibir pantai. Saya melipir ke situ dan minta izin pada si pemilik warung untuk nenda di samping warungnya.

Saat saya gas motor ke belakang warung, sebuah bunyi keras datang dari bagian belakang motor. Setelah saya cek, ternyata baut pengikat dudukan box patah. Sudah dua baut yang patah. Yang masih pegang, hanya dua baut. Itu pun dalam kondisi longgar.

Inilah kerusakan pertama pada Mio Soul GT, pada perjalanan Jelajah Sumatera ini. Saya sedikit kebingungan karena tak tahu ke mana harus memperbaiki motor ini.

Saat sedang istirahat, datang seorang pemuda paruh baya. Ia menyapa dan kami berkenalan. Namanya Vernando. Ketika tahu saya mau nenda di situ, ia mengajak saya ke rumahnya. Katanya lebih aman bermalam di rumahnya saja.

Perihal kerusakan pada dudukan box, malam akan kami bawa ke bengkel pamannya. Tak jauh dari tempat kami jumpa. Usai makan malam, kami berdua berangkat ke bengkel. Om Budi, si pemilik Bengkel Mobil menyambut kami dengan sangat ramah.

Om Budi lalu mengeluarkan patahan baut pada dudukan box dan menggantinya dengan baut mobil. Ini lebih kuat katanya. Dan ia tak mau saya membayarnya.

Sebab, perjalanan saya ke Sabang, mengingatkannya akan masa muda, saat ia membawa mobil-mobil ekspedisi dari lampung hingga Aceh.

Terima kasih. Sekali lagi, saya berjumpa dengan orang-orang baik yang dengan senang hati mau berbagi, meski baru pertama kali jumpa.

Benih kebaikan akan tumbuh di mana-mana asalkan kita mau memberi ruang dan memumpuknya dengan tegur sapa dan ramah tamah. Hormat untukmu semua saudaraku, yang menjadikan kebaikan sebagai landasan membangun peradaban.

~ satutenda ~

Kamu bisa juga menyimak cerita perjalanan ini di video berikut ya…

Related Post