Touring Melintasi Purworejo dan Sejarahnya: Nggak Ada Tuh Keraton Agung Sejagat

Touring Motor Pantai Selatan Jawa Melintasi Purworejo
(Foto:Satutenda.com)

Melintasi Purworejo, Satutenda.com – Sumberarum dan sekitarnya tampak kelabu oleh mendung sejak siang. Waktu menunjukan pukul tiga sore, kala kami meninggalkan desa yang dikelilingi persawahan itu. Rute kami sore itu ialah melalui jalur tengah, melintasi Purworejo.

Masuk Jalan Raya Kaligesing, hujan rintik mulai turun. Tanjakan demi tanjakan di antara bebukitan kami lahap dengan ekstra hati-hati. Bagaimana tidak, hujan rintik tak mau pergi, aspal dalam kondisi basah, kabut tipis mulai turun, dan dingin mulai menembus jaket.

Selanjutnya, turunan-turunan tajam menuju Purworejo menghadirkan sensasi bermotor yang seru. Kalau kamu baru melewati jalur ini seperti saya, kamu harus sangat berhati-hati. Juga, pastikan rem motormu dalam kondisi prima. Soalnya, akan berakibat sangat fatal kalau sampai rem blong.

Tiba di kota Purworejo matahari kembali bersinar jelang petang. Kota yang terletak di atas tanah Bagelen itu sedikit sibuk.

Jaman dahulu, Purworejo sangat disegani lantaran sejumlah tokoh besar muslim berasal dari sini. Misalnya, Sunan Geseng, seorang Ulama besar, yang menyebarkan agama Islam di wilayah timur Sungai Lukola, dan pengaruhnya sampai ke Jogjakarta dan Kabupaten Magelang.

Jauh sebelumnya, sejarah mencatat, prasasti Kayu Ara Hiwang ditemukan di Desa Boro Wetan, Kecamatan Banyuurip. Temuam itu jika dikonversikan dengan kalender Masehi, diperkirakan sekitar tanggal 5 oktober 901 Masehi. Prasasti ini ditemukan di bawah pohon sono, di tepi sungai Bogowonto, dusun Boro Tengah, sekarang masuk wilayah Boro Wetan, Kecamatan Banyuurip.

Dan sejak 1890, prasasti Kayu Ara Hiwang disimpan di Museum Nasional Jakarta inventaris D 78. Selanjutnya, sejak 1994, dalam sidang DPRD Kabupaten Purworejo, 5 Oktober ditetapkan sebagai hari lahir Kabupaten Purworejo.

Melintasi Kebumen – Jalur selatan

Hari kian temaram saat kami masuk daerah Kebumen. Lalu lintas benar-benar berubah ramai oleh bus-bus besar yang melayani trayek antar kota di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jakarta. Kami harus tetap fokus.

Teman saya di Kalibagor, sebuah kota kecil di pinggran Purwokerto mengajak kami mampir ke rumahnya. Kebetulan sudah hampir tiga tahun berlalu kami belum bersua. Maka, selepas ngopi di Gombong, kami tancap gas ke Kalibagor.

Waktu sudah menunjukan pukul delapan malam lebih, dan jalanan sudah kembali kering. Itu membuat kami sedikit lega. Semoga hujan tidak datang lagi. Dan benar saja. Hujan tidak pernah datang lagi sepanjang malam itu.

Buah dari persahabatan adalah kemauan untuk saling mendukung tanpa syarat. Buah dari perjumpaan adalah berbagi harapan untuk tumbuh bersama sebagai saudara. Dengan demikian, saudaraku dan saudaramu adalah mereka yang ingin menjadi lebih baik, setelah malam ini.

Views: 21