Touring Jakarta-Sabang dan Pesona Senja di Pantai Bahari Ketapang

1touring-jakarta-sabang-camping-di-pantai-bahari-ketapang-malang
(Foto:Satutenda.com)

Satutenda.com – Sumatera, I am Coming…! Pagi belum juga rekah. Ruangan kecil di kawasan Bintaro yang saya sewa sejak Sembilan tahun silam, sudah tertinggal di belakang.

Gas Motor Matic Mio Soul GT, yang akan jadi teman suka-duka beberapa minggu ke depan, saya tarik perlahan. Berdua, kami bergerak maju, memasuki hari-hari yang bakal penuh teka-teki.

Begitu saya memberi tema untuk petualangan ini. Ziarah panjang ini akan menyisir Sumatera hingga Pulau We, tempat tugu Titik 0 Sabang berdiri tegak. Ini adalah permulaan mewujudkan impian besar saya, menjelajah pelosok-pelosok nusantara.

Kala mentari pagi 27 Juli 2020 benar-benar pecah, saya sudah setengah jalan menuju Pelabuhan Merak. Aktivitas jalanan yang saya lintasi, mulai ramai oleh kendaraan.

Mungkin, kepadatan ini bakal bikin saya kangen Jakarta dan hiruk pikuknya. Jalur yang saya pilih adalah jalur perkampungan. Dan saya dibawa menyusuri persawahan, yang sebagian besar masih tertutup embun.

Sebagai anak petani dari sebuah desa kecil bernama Oepoli, di ujung Kabupaten Kupang, saya besar di tengah sawah.

Saya ingat, ketika masih duduk di bangku sekolah dasar, saban pagi saya dan adik saya harus melintasi pematang-pematang sawah, untuk sampai ke sekolah. Di masa itu, tak pernah saya bayangkan bahwa pengalaman tersebut sangat menyenangkan.

Kala sudah beranjak dewasa, dan merantau ke Jakarta, barulah saya sadar, sawah selalu menyimpan rahasia untuk menghibur batin yang saban hari dijejali kemacetan kota.

Pukul tujuh lebih sedikit saya tiba di Kota Banten Lama. Saya rehat sebentar di pinggir Benteng Speelwijk, sebuah situs kuno yang jadi bagian dari Keraton Surosowan, di kawasan Kota Banten Lama.

Maps memberi petunjuk, 45 menit lagi saya akan tiba di Pelabuhan Merak. Pelabuhan yang menghubungkan ujung barat Pulau Jawa dan ujung Timur Sumatera.

Saya pun memesan tiket penyerangan kapal feri melalui aplikasi Ferizy. Sejak beberapa bulan terakhir, pembelian tiket penyeberangan di Merak, wajib memakai aplikasi ini. Mungkin ini untuk menghindari kontak langsung antara calon penumpang dan petugas pelabuhan. Maklum, kondisi Indonesia saat ini tidak sedang baik-baik saja.

Saya yang bepergian seperti ini pun harus melengkapi diri dengan sejumlah perlengkapan standar pandemi yang diwajibkan pemerintah.

Tepat pukul 09.30, saya bersama kawan karib saya, Mio Soul GT naik kapal. Ini untuk pertama kali saya kembali menumpang kapal besar, setelah 2006 kala saya balik dari Kupang menuju Jakarta. Yang istimewa hari ini adalah, saya menumpang bersama motor kecil yang selama ini menemani saya menjelajah sejumlah tempat di Pulau Jawa.

1touring-jakarta-sabang-2020
(Foto:Satutenda.com)

Dua jam kemudian, akhirnya saya menapakkan kaki di tanah Sumatera. Lampung adalah wilayah pertama yang akan saya lintasi.

“Saya tunggu, kita ngopi santui ya,” sebuah pesan dikirim bang Andre, sekaligus sebagai undangan. Saya pun langsung gas menuju alamat yang ia bagikan. Butuh satu setengah jam untuk sampai ke sana.

Usai diajak makan siang, bang Andre membawa saya menyusuri area tempat ia bekerja. Bang Andre bekerja di perusahaan pembuatan Kapal. Darinya, dan juga teman-temannya, saya tahu sedikit tentang cara pembuatan kapal Feri dan kapal-kapal berukuran besar lainnya.

Dari bang Andre pula, saya mendapatkan spot untuk camping malam ini. Seperti yang sudah saya bilang, selama turing ini saya ingin memperbayak waktu camping. Saya ingin menikmati alam juga dekat dengan detaknya saat malam tiba.

Pantai Bahari Ketapang, menghadirkan senja yang menakjubkan. Saya pun menikmati senja pertama di tanah Sumatera dari bukit kecil Pantai Ketapang.

Malam ini, saya di sini bersama mio, tenda savana, nyiur yang tak henti melambai, debur ombak dan suara perahu motor yang berkunjung silih berganti.

Masing-masing kita, selalu butuh alasan untuk rehat. Rehat dari kesibukan, rehat dari pekerjaan, bahkan bisa saja rehat dari sebuah hubungan, yang mungkin kita iyakan begitu saja, karena takut menyakiti. Padahal di saat yang sama kita pelan-pelan melukai diri sendiri. Dan mengamininya sebagai pengorbanan.

Salam meliuk, Salam SATUTENDA.

Cerita perjalanan ini juga bisa disimak dalam video berikut ini!

Views: 30