Solo Touring ke Bengkulu, Perjalanan Saya Diwarnai Tikungan Tajam dan Seram

By Steve Elu Oct14,2020
jembatan-manula 2020 (1)(Foto:Satutenda.com)

Satutenda.com – Tiap pagi cakrawala selalu menawarkan petualangan baru. Tugas kita hanya membuka mata dan hati lalu membiarkan ia menceritakan dirinya yang penuh misteri.

Mentari pagi baru saja tiba tatkala saya meninggalkan rumah Vernando. Terima kasih brother, sudah berbagi kamar dengan saya tadi malam. Sukses untuk pendakianmu di Gunung Dempo buat merayakan kemerdekan Indonesia.

Satutenda untuk Indonesia

Perjalanan hari ini boleh dikata menempuh rute terjauh sejak saya meninggalkan Jakarta tiga hari lalu. Butuh tujuh jam lebih untuk sampai kota Bengkulu. Sebab itulah saya berangkat pagi-pagi ibarat orang kantoran yang bakal full ngantor hari ini.

Selepas kota Krui, jalanan berubah menjadi tanjakan dan tikungan-tikungan tajam. Semalam, saya diingatkan agar berhati-hati di jalur ini.Gunung Dempo buat merayakan kemerdekan Indonesia.

#solo-touring-ke-bengkulu
(Foto:Satutenda.com)

Selain jalurnya sempit dan hutannya rapat hingga tepi jalan, ada sejumlah larangan yang sudah jadi cerita umum penduduk sekitar.

Misalnya, para pelintas harus sopan dalam tutur, tidak mengumpat saat ada yang kurang beres, tidak membuang air sembarangan saat melintasi hutan yang rapat itu.

Larangan-larangan seperti ini sudah biasa saya dengar dan familiar untuk anak-anak pendaki gunung seperti saya dan tim satutenda. Setiap gunung, punya pamalinya sendiri. Tiap pendaki wajib mematuhinya.

Kita tidak harus percaya. Tapi sebagai orang baru yang datang ke tempat itu, kita wajib mematuhinya. Sebab, di situlah muara setiap budaya atau yang biasa kita sebut kearifan lokal.

Lepas hutan yang rapat dan sepi, saya turun menuju Jembatan Manula. Tak lupa saya abadikan jejak motor Mio Soul GT dan saya di jembatan yang ikonik itu. Tak jauh dari sana, Gapura Selamat datang di Provinsi Bengkulu menyambut kedatangan saya.

Tak berlama-lama, saya langsung gas memasuki Bumi Rafflesia. Hawa mulai terasa panas, meski angin kencang tak henti menyapu hampir sekujur tubuh.

Teman-teman di Bengkulu terus bertanya posisi terbaru saya. Mereka ingin memastikan, saya aman selama di perjalanan.

Yhoga Timput, seorang kawan dari Kombo, komunitas motor box adalah yang paling sering memantau perjalanan saya hari ini.

Kami belum jumpa sebelumnya. Pun baru berkenalan beberapa hari lalu kala saya mengabarkan akan solo touring Jakarta – Sabang, lintas pesisir barat Sumatera. Yhoga tinggal di Bengkulu. Karena itu ia ingin memastikan bahwa saya tiba di Bengkulu tanpa kekurangan apa pun.

Hari menuju sore. Jalanan mulai rame. Tanda kota Bengkulu sudah di depan mata. Saya belum pernah datang ke kota ini. Maka nasib perjalanan ini saya serahkan sepenuhnya kepada maps.

#solo-touring-ke-bengkulu (1)
(Foto:Satutenda.com)

Tiba di kota Bengkulu saya mencari tempat umum yang mudah untuk dicari oleh Yhoga yang janji akan menjemput.

Taman Veteran Bengkulu. Saya memberi kabar perihal posisi saya. Tak lama berselang, Yhoga datang. Dan berangkatlah kami menjumpai anak-anak pemotor Bengkulu dari berbagai macam komunitas yang sudah menunggu.

Bang Zal dari komunitas Honda Vario Padang yang sedang dalam perjalanan menuju Lampung sudah lebih dulu tiba. Malam ini kami berbagi cerita bersama di kota Bengkulu.

Tak lupa, kami diajak mengunjungi Masjid Raya Baitul Izza yang jadi salah satu ikon di jantung kota Bengkulu.

Di bawah purnama setengah baya, diterangi lampu halaman masjid raya kota ini, kami saling melempar tawa dan cerita, merayakan perjumpaan yang tak disangka sebelumnya.

Jika berdoa kita masih tengadah, itu artinya kita sama-sama memuji satu Tuhan di tempat-Nya yang tinggi.

Related Post